Jauh sebelum aku sepakat, sudah aku katakan aku benci hubungan yang membuat aku payah dalam berpikir. Juga sebelum memulai, sudah aku katakan aku seseorang yang tak bisa mencintai.
Namun, karena itu kamu, aku menanggalkan banyak hal dalam diri. Mencoba memakai sudut pandang baru setelah kepadamu kebodohanku menjadi utuh.
Sekarang, sepertinya aku harus kembali ke sedia kala. Mengambil kendali kepada apa yang selama ini kubiarkan kau ambil alih. Tapi cinta hadir dari dua hati yang bertaut.
Musnah saja kau cinta, tak akan aku gadaikan kebebasan yang aku punya hanya atas nama rasa. Enyah saja kau rasa, tak akan aku berikan hatiku hanya atas nama cinta.
Pantas, aku masih saja melajang. Aku pernah mengulurkan tangan kepadamu, tapi kau hempas. Aku bahkan menawarkan bahu untukmu bersandar, tapi kau abaikan. Hingga tak terasa waktu berlalu, kau pilih dia yang punya segalanya, dan aku, hanya bisa terjatuh sendirian.
Dalam waktu dekat kita akan sempurna menjadi dua orang asing yang pernah berpapasan dalam garis takdir. Kau akan memeluk semua bahagiamu, dan aku akan terus melaju melanjutkan hidup yang tak pernah ada kamu.
Sejujurnya, aku ingin sekali saja menangis. Melepaskan sesak tersisa yang terasa masih ada. Tapi kemampuan itu telah menghilang, aku sudah lupa bagaimana rasanya menangisi seseorang.
Kisah ini menjadi menyedihkan. Seharusnya aku berbahagia bukan? Kau akan berdiri dalam zona bernama kebahagiaan. Tapi, kenapa ada yang salah?
Aku mungkin melebihi apa yang kau kira, dan disaat bersamaan mungkin adalah sosok yang kau sesalkan telah mengenalnya.
Tapi mungkin, kau tidak akan merugi apa-apa. Sebab selama tak merugikanku, aku hanya akan tertawa terhadap apapun yang kau lakukan. Beda cerita jika kau melempar umpan, aku suka peperangan tanpa darah.
Jangan mempercayaiku, tabiatku mengecewakan seseorang. Aku juga tak lagi mempercayai siapa-siapa, sebab hidup rangkaian kecewa bukan?
Maka telan saja semuanya wahai aku, keinginan itu, harapan itu, mimpi itu, juga perasaan itu. Lumat ia hingga musnah, tak bersisa. Biarkan cinta yang berlalu lantas musnah bersama kepingannya, hingga kau senantiasa juga temukan kebahagiaan paling utuh, dalam cinta yang hendak tumbuh.