Minggu, 19 September 2021

Di Kotamu

Sempat melewati kotamu hingga raga kita  berdekatan, sayang kita tak saling mencari
Masih kudengar sayup-sayup angin yang asalnya saja tak bisa di pandang
Kotamu sunyi malam itu
Harusnya kau bisa dengar rintihku, memanggil pelan atas nama rindu

Aku sadar kau telah jauh, bayanganmu pergi tanpa sempat pamit
Sekali lagi aku berjalan di kotamu, sementara di kepalaku terlukis kamu
Sedang apa? Dengan siapa?
Titip salamku untuknya, orang beruntung yang sedang menemanimu

Jika nanti ada waktu, anganku berencana singgah
Nanti kamu aku sapa dan aku kabari, jika saja aku berani
Sesuatu di diriku hilang malam itu
Sekarang ku coba untuk tersenyum seperti  saat kamu masih disini

Mencoba terbahak layaknya dulu, saat kamu masih menunggu balasan pesan dariku
Sesuatu dalam diriku hilang di kotamu
Masih mencoba menutupi lubang hampa ini karena masih banyak yang harus dibenahi
Ku coba sibukkan diri, sayangnya diri lebih sibuk memikirkan kenangan dulu

Lalu aku berdiam
Mencoba untuk tidak merasakan apa-apa 
Aku menelaah keadaan, tentang setiap konsekuensi yang terjadi jika bertindak
Ku tahu bahwa aku tak berhak

Aku memendam semuanya
Karena jika kamulah yang terbaik, kamu takkan pernah berakhir menjadi kenangan 
Batin merindu sesuatu yang fana, perihal memori sedikit tapi cukup berarti
Tapi rinduku tak terbalas

Mungkin karena kamu memang merasa biasa saja
Sedangkan jiwaku luluh meronta, terkurung dalam cemooh cintamu
Sekarang aku digantung, buta akan status, dibilang masih bersama tapi dilanda gagu 
Aku terhina atas perasaanku

Minggu, 12 September 2021

25;Majhul-Dzat

Sudah berkali-kali aku menuliskan perihal masa depan, kini untuk pertama kali aku tuliskan perihal kamu, dan harapan pertamaku padamu, agar kamu penuhi kisah demi kisah tuk akhiri sepi. 

Untukmu wahai lelaki masa depan. Barangkali tak sempat waktumu membaca tulisanku, namun siapa sangka bahwa kelak takdir membawa kita dalam perjalanan menuju ruang singgah ternyaman. Suatu hari tulisan ini akan sampai kepadamu, sebagai tanda bahwa telah ku hapuskan masa lalu. 

Kemarin saat ucapan "cepat menikah" meluncur sebagai seremonial ultah, tak ada angan yang lain selain terkabulnya rintih doaku. Sempurna khayalku menebak kepada siapa kelak aku berlabuh. Namun ku harap itu adalah kamu.

Hai kamu, dimanapun kamu berada, siapapun kamu kelak, aku harap kita bertemu dalam keadaan pantas dan telah sembuh dari luka akibat perasaan nyeri di masalalu. Aku tahu bagaimana rasanya terjebak dalam ketidakpastian, dan tak mampu mengenali apa yang sedang dimiliki, hingga lupa caranya mensyukuri.

Aku lelah dengan ketidakmampuanku dalam mengemban romansa, aku pun tahu bahwa setiap orang memiliki batasan mereka sendiri, bermacam pula cara Tuhan kuatkan hati hadapi semua. Namun, pahamilah diriku yang sekiranya telah bertahan menghadapi masalalu seorang diri. Satu hal yang pasti, aku tak akan siap bila bersama lelaki yang tak mampu menentukan hati sendiri.

Saat kamu membaca tulisan ini, aku harap kita belum sepakat untuk sebuah janji, agar jika kamu belum selesai dengan perasaan lama, ketahuilah bahwa sekarang waktunya untuk berhenti.

Lelakiku, bagiku kamu layaknya majhul dzat, segala tentangmu adalah ketidaktahuan. Semoga segera kita bertemu, sebagai dua orang baru yang telah utuh.

Dulu ku pikir akan menjadi sesuatu di umur 25, tapi aku tetap begini. Masih saja berkelana. Bertanya-tanya dimana rumah nyaman itu, tempat aku kembali merangkai tuju lalu bersama. 

Jodohku, kalau sudah main-mainnya segeralah pulang ke dalam pangkuan. Hati ini sudah siap menjadi rumah. Alamat terakhir tujuan petualanganmu.

Penghindaran

Sejak awal aku adalah gadis yang patah hati Tenggelam dalam emosiku sendiri Berada di ambang kehancuran Selalu dalam kehampaan Tak ada yang ...